06 Maret 2013

DI DEPAN PINTU MENUJU TUHAN

 












Disini, kita bersua
Hari ini kita bertatap muka
Mungkin sejenak hati bertanya
Pernahkah sebelumnya bertemu?
Apakah telah saling mengenal dahulu?

Mungkin ya, mungkin tidak
Ya atau tidak tentulah tiada menjadi apa
Kerana pasti, kita disini, dihari ini
Bertemu didepan pintu perkenalan
Mencoba jalan menuju Tuhan

Setelah ini.....
Sesudah benderang semua cerita diri kita
Biarkan saja rasanya hati yang bicara
Melangkah atau berhenti serahkan ia yang memutuskannya

.....Janganlah teruskan melangkah, jika ia memundurkannya 
Jua jangan berhenti, jika ia lapang untuk terus berlari.....

Hakikat melangkah atau berhenti adalah sama saja
Ia hanyalah takdir-Nya semata
Maka bila terus melangkah, itulah berkah
Jika berhenti, itulah sejenak episode persinggahan diri
Semua harus diterima dengan senyum dan keikhlasan rasa

Sebab hidup adalah sejarah
Sekalipun tiada boleh salah dalam melangkah
Kerana sepanjang waktu telah berjalan
Tiadakan dapat surut untuk setitik penyesalan.....

(Bumi Sangiran, 24 Ramadhan 1432 H/24 Agustus 2011, Menjelang Asyar)
Nb : Untuk Bidadariku, Wanita dari Wukir Mahendra, dan Sahabat2 yang saat ini sedang berada dalam posisi ready for battle, Bismillahirrohmanirrohiim..he..he..

18 April 2012

ASA PENGHUJUNG HARI



Ya Tuhan
Wahai Kau Yang Maha Memastikan
Ini hamba tunduk berserah keputusan
Di penghujung hari, kepada-Mu seluruh asa kupasrahkan
Untuk menggenapi sempurnanya perjalanan
Saat ia berpayah diri dalam tenda kesunyian
Saat ia berperang dalam padang sunyi kesendirian

Ya Tuhan
Wahai Kau Yang Maha Memberi
Anugerahkanlah kalbu ini suluh surgawi
Cahya terang sebagai pembimbing langkahnya diri
Untuk memupus ragunya jiwa
Yang memanggil dalam dekap kabut kebimbangan
Yang menarik ke sudut terjal persimpangan jalan

Ya Tuhan
Wahai Kau Yang Maha Segalanya
Semoga Kau menentukan takdirnya
Ia sampai ke pantai tujuan bersama tenteram bahgia...

(Untuk sahabatku TIA-SS di "Belantara Wukir Mahendra")

15 Februari 2012

HARTA PALING BERHARGA

Suatu waktu saya merenungkan sebuah pertanyaan sederhana : apakah yang paling berharga bagi saya? Sesuatu yang sangat berarti yang tiada dapat terbarukan dan tergantikan sepanjang hidup saya, sesuatu yang karenanya saya menjadi berarti dan berharga pula.

Mencari jawaban atas pertanyaan itu saya teringat kepada sebuah serial buku (atau novel bersambung?) yang ditulis oleh Dr. Karl May : Kara Ben Nemsi IV : Dipelosok Balkan. Kisah dalam buku ini merupakan salah satu kisah favorit saya. Dalam buku yang secara garis besar menceritakan kisah petualangan seseorang yang dijuluki Efendi didaerah Balkan ini, ada sebuah pernyataan yang, menurut saya, sangat mengena dengan pertanyaan saya diatas. Pernyataan ini keluar dari seorang asing yang baru saja dikenal si Efendi dalam perjalanan petualangannya, yang akhirnya menjadi mereka menjadi sahabat karib.

Pernyataan itu pun diucapkan dengan sepenuh keyakinan dan kesadaran hati. Penuh penghayatan dalam arti yang sesungguh-sesungguhnya, bukan hanya dibibir tapi tidak sampai kehati, bukan hanya sekedar lip service yang menipu saja. Nada, getaran suara dan tatapan matanya begitu mantap mencerminkan sikap jujur dan apa adanya seorang pria ksatria.

"Bagi seorang anak, harta yang paling berharga dalam hidupnya adalah kedua orang tuanya. Jika salah satu atau kedua orang tuanya telah wafat, maka harta itu tinggalah di pekuburan. Maka jika demikian halnya betapakah saya tidak sayang dan kasih kepada orang tua saya?''

Pernyataan itu begitu kuat, lugas, dan mengena. Saya pun mengamininya tanpa ragu. Kedua orang tua sayalah mestika paling berharga itu. Harta yang dengannya saya mampu berproses menjadi diri yang berarti dan dihargai siapa pun. Merekalah yang membuat hal itu terjadi pada diri saya saat ini. Boleh dikatakan merekalah harta sekaligus anugerah paling mahal sekelas matahari yang menerangi tanpa pamrih.

Alhammdulillah, kedua orang tua saya masih menemani dan membimbing sampai saat ini (Semoga Allah memanjangkan umur mereka dan menjaga mereka sentiasa dalam keadaan yang terbaik, amin), meskipun usianya sudah terbilang mendekati usia lanjut dan kadang sakit-sakitan. Saya mencoba membandingkan keadaan ini dengan kerabat, tetangga, atau kawan yang orang tuanya satu atau kedua-duanya sudah wafat. Ibarat perkataan diatas "Jika salah satu atau keduanya telah wafat, maka harta itu tinggalah di pekuburan". Keadaan dengan kedua orangtua lengkap adalah karunia yang harus saya syukuri. Harta yang paling berharga masih membersamai saya dengan kasih sayang, senyuman, motivasi, dan sentilan-sentilan korektifnya.

Hal yang menjadi PR saat ini adalah bagaimana sinar kasih sayang dan senyuman mereka itu dapat saya pantulkan kembali kepada mereka. Meski jelas dan pasti tidak akan dapat menyamainya dalam kadar dan kualitas mereka yang terbaik, biarpun saya berusaha dengan keras sepanjang badan terkembang. Itulah sunnah kehidupan, amal kebaikan orangtua kepada anak-anaknya tiadakan mampu terbalas tunai oleh putra maupun putrinya sampai kapan pun. Usaha yang sungguh-sungguh dan terbaiklah yang bisa di upayakan, agar usaha itu mampu membuat mereka tersenyum bahagia dan bangga. Usaha yang dicerminkan dengan perilaku interaktif keseharian dengan mereka yang lemah lembut, santun dan penuh kebersamaan (Insya Allah)...

(Sangiran, Kalijambe, Sragen)

10 Mei 2010

TENTANG CINTA

Pabila bicara tentang cinta, saudaraku
boleh kau tanya dahulu pada hatimu
untuk siapa cinta itu berputik?
bilamanakah ia bersemi?
dan akhirnya mekar bagai bunga ditaman

Seberapa dalamkah ia menghujam dadamu?
hingga ia menggerakkan segenap energimu
untuk mengabdikan diri
dalam ketaatan dan kesetiaan abadi

Bila sudah kau jawab seadanya
lalu ternyata jelas hatimu berkata
semua adalah demi pengharapan akan surga-Nya
kiranya engkau telah memahami
seperti apakah cinta yang kini kita puja tanpa ragu
dan tak gentar berputih mata untuk membelanya.....

(Antologi Puisi "Asmarasanta 2008")

22 April 2010

MENYAMBUNG KATA


Agak sungkan juga jari ini untuk menari diatas keyboard. Melantunkan kata demi kata yang sebenanya sudah bersenandung lama di alam pikiran. Setelah sekian lama "menghilang", dan "rumah" ini sepi bagai tak berpenghuni. Ya, sungkan menyapa jiwa karena tanggung jawab tiada terlaksana sempurna. Tanggung jawab untuk senantiasa mengisi "rumah" ini dengan perabotannya. Perabotan sederhana berupa barisan kalimat yang bisa terbaca.

Tetapi hari ini, tekad itu mulai bersemi lagi dengan meminggirkan segala sungkan yang ada . Perabotan sederhana itu akan mulai diisi lagi. Kalimat demi kalimat yang menjadi baris paragraf akan hadir lagi. Kandungan alam fikiran akan kembali menjelaskan dirinya lewat setumpuk huruf. di "rumah" ini. Ya, semoga sambungan kata ini menjadi titik awal ditahun ini untuk berkarya dan berkarya lagi. Insya Allah.