31 Maret 2009

9 HARI LAGI

Pesta Demokrasi 5 tahunan yang telah kita nanti-nantikan hanya sejarak "sejengkal" saja kini. Menghitung hari hanya tinggal 9 hari lagi perhelatan akbar nasional itu akan kita lalui. Perhelatan akbar yang akan menentukan wajah dan nasib demokrasi, kemakmuran, dan bargaining position negeri berpenduduk 200 juta lebih ini 5 tahun kedepan. Sebuah entry point untuk melakukan kerja-kerja besar perbaikan, menata negeri yang masih karut marut berbagai lini kehidupannya.

Harapan kita pesta itu menjadi pesta kita bersama, bukan hanya pestanya para kaum elit saja. Semua lapisan masyarakat apapun latar belakang dan dari manapun ia berasal haruslah mempunya sense of belonging dan diikutsertakan dalam pesta ini. Sehingga semua berpesta dengan senyuman dan kebahagiaan yang sama, bukan malah menangis dan teralienasi dari lingkungan dan dunianya karena terpinggirkan hak suaranya.

Mari bersama sukseskan pesta ini demi kemajuan negeri, sebab tidak ada perubahan dan kemajuan tanpa partisipasi dan restu kita selaku pemilik syah kedaulatan negeri ini. Karenanya peran aktif kita dalam mengikuti mekanisme demokrasi yang ada adalah hal yang utama. Berikan hak suara kita dan pilihlah sesuai dengan kesadaran tanpa pengaruh dan intimidasi dari siapapun. Tentunya kita sudah dewasa untuk menentukan pilihan sendiri secara mandiri. Jangan sampai GOLPUT, betapapun baiknya GOLPUT itu tetap saja ia merupakan "sikap pasrah dan masa bodoh" yang sampai kapanpun tidak akan mampu menghasilkan perbaikan apapun.

Tentunya kita semua sudah mengetahui secara luas lewat berbagai iklan dimedia, profil berbagai parpol dan calegnya, sehingga dengan mudah menentukan yang terbaik dari mereka untuk kita pilih sebagai wakil kita di pemerintahan kelak. Kalaupun belum masih ada kesempatan untuk menentukan pilihan. Pilihlah dengan kecerdasan, jangan dengan emosi, karena emosi biasanya hanya akan menimbulkan penyesalan di kemudian hari.

Hindari menerima money politic, kalaupun terpaksa menerima, janganlah terburu-buru menentukan pilihan kepada si pemberi. Pikirkanlah baik buruknya, pikirkanlah akibat kalau si pemberi terpilih menjadi wakil kita, bagaimana nasib dan apa yang akan dilakukannya dengan uang kita (rakyat)? Akhirnya Selamat menunggu dan menentukan pilihan!

(JEBRES-SOLO)

29 Maret 2009

SEBUAH PUISI : KASIH ITU PERGI PAGI INI

Saya termasuk salah seorang yang sangat menyukai sastra. Karena sastra ternyata mempunyai daya dobrak yang sangat "powerfull" sekaligus menjadi ajang sejuta ekspresi dan eksplorasi makna. Baik simbolis ataupun vulgaris, tergantung kehendak si penulis. Seperti kata Umar ia mampu merubah seorang penakut menjadi singa yang pemberani, makanya Umar menyuruh "kita" (orang tua dan juga kita para bachelor kalau nanti sudah nikah dan punya anak maksudnya) agar mengajarkan sastra kepada anak-anaknya.

Salah satu bentuk karya sastra kesukaan saya adalah puisi. Sebab dalam berpuisi kita mampu menghadirkan berbagai macam ekspresi dan eksplorasi makna tanpa merasa terbatasi dengan aturan kalimat yang baik dan benar. Bisa yang implisit atau yang eksplisit dengan segala macam tema/maksud seperti : curhat, mengkritik, menyindir, memberikan pujian, menggambarkan perasaan hati, teka-teki, etc.

Dan untuk sekedar diketahui saya sudah produktif menulis puisi sejak dari kelas 1 SMA. Tentunya dengan beragam tema/maksud seperti diatas. Sudah beratus-ratus banyaknya. Tersebar di beberapa buku dan puluhan lembaran kertas yang sekarang sudah agak kumal tetapi tetap tersimpan dengan baik. Memang beberapa kali sempat saya kirimkan ke media, tetapi alhamdulillah belum ada yang tembus. Saya berniat sekiranya sudah longgar nanti puisi-puisi yang berserakan itu akan saya kumpulkan jadi satu. Jadi sebuah bunga rampai atau antologi puisi gitu. Kita lihat nanti sajalah bagaimana kesudahan rencana "besar" itu. He..he..he

Salah satu tema/maksud yang sering saya tulis adalah kritik sosial politik sebagaimana puisinya Gus Mus yang sudah saya upload di blog ini beberapa waktu yang lalu. Dan beberapa puisi ini memang sudah pernah saya publikasikan di blog friendster saya. Bisa jadi anda sudah pernah membacanya.

Insya Allah semua puisi itu akan saya replace ke sini agar bisa teraktualisasi dan dinikmati kembali oleh kita semua. Dan yang saya pilih untuk pertama adalah KASIH ITU PERGI PAGI INI. Kalau sekiranya anda berkenan memberikan saran, kritik atau tafsiran mengenai puisi ini, saya persilahkan dengan seluas-luasnya. Jangan malu-malu kirim saja di komen. Siapa tahu kita menjadi partner berdiskusi dalam berpuisi yang akrab.

Dan akhirnya mari kita simak puisi itu!

***

KASIH ITU PERGI PAGI INI

Sungguh bapa!
kau pecundangi harapan-harapan tulus
dari wajah-wajah resah
menunggu gerimis saat kemarau tiada ujung
berganti tangisan
tak ada bahagia menyaput
kasih sayang memeluk tubuh tak juakan sampai

Putus itu janjimu bapa!
belumlah genap dimengerti, belumlah genap merasakan getir kecewa
ini benar-benar bukanlan kau dahulu
saat teduh wajahmu memancarkan ketenangan
senyummu pernah menentrankan hati
kharisma yang membuat luruh amarah dan benci
sungguh ia sudah pergi

Dan apakah kini bapa?
tak lagi terbersit, harapan-harapan yang pernah kau sambut
untuk sekadar dijawab dengan santun
yang lembut membuai gejolak pedih ini....

***

(JEBRES-SOLO)

20 Maret 2009

MUHASABAH CINTA


Sungguh aku mampu menatapmu dalam pejam mataku

yang merenung dalam kecintaan penuh asa

yang meraung dalam kerinduan penuh rasa

merangkai utuh keindahan memuja


sungguh aku sanggup menghadirkanmu dalam lafas ucapku

yang mendendangkan untaian kata bernada lugu

yang menuturkan kehendak hati bersyair merdu

membawa sempurna ketenangan dada


sungguh aku bisa menangkapmu dalam penjara batinku

yang menundukan diri dalam tulusnya penyerahan

yang melembutkan hati dalam relanya kepasrahan

menyemai suci keikhlasan jiwa


meski aku menginsyafi

pejam mataku tak bebas dari goda

lafas ucapku tak lepas beriris dusta

penjara batinku pernah diterpa sirna

aku memang bukan manusia sempurna


jangan tertawakan diriku,

bila sampai kini tiada pandai aku merayumu dengan kata

jangan pula kau meninggalkanku,

jika sampai saat ini tiada berani aku datang kepadamu dengan rupa

karna sesungguhnyalah

hatiku berpaut kepadamu seluruhnya

sungguh tiada satupun yang lainnya...


-Untuk RINDARTI yang sedang menunggu bintangnya-


(JUMAPOLO-KARANGANYAR)


01 Maret 2009

KAU INI BAGAIMANA : SEBUAH SATIRE

Mendengar deklamasi puisi Gus Mus ini saya sangat tersentuh. Waktu itu sudah pukul 22.00. Keheningan malam desa semakin menambah larut peresapan kata demi kata dalam hati saya. Sungguh relevan apa yang disampaikan penyair dalam bait demi bait yang mengalun polos, terbuka apa adanya, tanpa tedeng aling-aling ini. Bisa kita katakan kata-kata itu "menendang telak tepat sasaran". Dan saya adalah salah satu orang yang merasa tertendang olehnya. Sangat keras. Dan saya hanya bisa tersenyum pahit untuk itu.

Mungkin anda akan merasakan hal yang sama dengan saya begitu membacanya. Mungkin juga tidak. Monggo saja. Yang pasti saya sangat terpesona dengan isi puisi ini. Sebuah satire politik yang walaupun di tulis 22 tahun yang lalu tetapi seakan-seakan gambarnya adalah hari ini, dimana kondisi perpolitikan dan elite politik bangsa kita dengan telanjang tampak dimata.

Ah... mungkin saya yang terlalu cepat tersentuh. Mudah terbawa emosi dan sentimentil. Tetapi itu yang terjadi, saya tidak bisa apa-apa. Dan dengan sepenuh hati saya mengamini apa yang dimaksud penulis.

Mungkin anda mau menyimaknya? Bait-bait dibawah ini adalah puisi itu. Selamat meresapi.

***

KAU INI BAGAIMANA ATAWA AKU HARUS BAGAIMANA?

Kau ini bagaimana? Kau bilang aku merdeka... kau memilihkan untuk ku segalanya. Kau suruh aku berpikir... aku berpikir... kau tuduh aku kafir.

Aku harus bagaimana? Kau bilang bergeraklah... aku bergerak kau curigai. Kau bilang jangan banyak tingkah... aku diam saja kau waspadai.

Kau itu bagaimana? Kau suruh aku memegang prinsip... aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku. Kau suruh aku toleran... aku toleran kau bilang aku plin plan.

Aku harus bagaimana? Aku kau suruh maju... aku mau maju... kau srimpung kakiku. Kau suruh aku bekerja... aku bekerja... kau ganggu aku.

Kau ini bagaimana? Kau suruh aku takwa... khotbah keagamaanmu membuat ku sakit jiwa. Kau suruh aku mengikutimu... langkahmu tak jelas arahnya.

Aku harus bagaimana? Aku kau suruh menghormati hukum... kebijaksanaanmu menyepelekannya. Aku kau suruh berdisiplin... kau menyontohkan yang lain.

Kau ini bagaimana? Kau bilang tuhan sangat dekat...kau sendiri memanggil-manggilnya-Nya dengan pengeras suara setiap saat. Kau bilang kau suka damai... kau ajak aku setiap hari bertikai.

Aku harus bagaimana? Aku kau suruh membangun... aku membangun... kau merusakannya. Aku kau suruh menabung... aku menabung... kau menghabiskannya.

Kau ini bagaimana? Kau suruh aku menggarap sawah... sawahku kau tanami rumah-rumah. Kau bilang aku harus punya rumah... aku punya rumah... kau meratakannya dengan tanah.

Aku harus bagaimana?Aku kau larang berjudi... permainan sepekulasimu menjadi-jadi. Aku kau suruh bertanggung jawab... kau sendiri terus berucap wallahu a'lam bishowab.

Kau ini bagaimana? Kau suruh aku jujur... Aku jujur kau tipu aku. Kau suruh aku sabar... aku sabar kau injak tengkukku.

Aku harus bagaimana? Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku... sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu. Kau bilang kau selalu memikirkanku... aku sapa saja kau merasa terganggu.

Kau ini bagaimana? Kau bilang bicaralah... aku bicara kau bilang aku ceriwis. Kau bilang jangan banyak bicara... aku bungkam... kau tuduh aku apatis.

Aku harus bagaimana? Kau bilang kritiklah... aku kritik... kau marah. Kau bilang carikan alternatifnya... aku kasih alternative... kau bilang jangan mendikte saja.

Kau ini bagaimana? Aku bilang terserah kau... kau tidak mau. Aku bilang terserah kita... kau tak suka. Aku bilang terserah aku.. kau memakiku.

Kau ini bagaimana? Atau aku harus bagaimana?

(Sembilan belas delapan puluh tujuh)

***

(JEBRES-SOLO)