Aku lihat kemarin petang
serombongan anak kecil datang menagih
menengadahkan kedua tangannya di depan pintu istana itu
yang pintunya rapat terkunci oleh barisan-barisan rapi
yang matanya nanar memandang anak-anak itu tak berbelas
seakan mereka bukanlah anak-anak dari sebuah negeri
dan pasti bukan
mereka adalah kerikil-kerikil keras dijalanan
mesti disapu kepinggiran bila langkah tak ingin terhenti dan jatuh
anak-anak itu hanya ingin berkata
“dengarlah tangisan kami wahai ayah!
berilah tangan yang telah tertengadah ini dengan hak-hak kami atas janjimu kemarin
tidak lebih, dan kami akan pulang
tidak akan lagi datang”
aku lihat anak-anak itu menggeleng-geleng
mereka kecewa,
nyata kata-katanya tak berarti apa-apa
tak ada yang mendengar,
bahkan orang yang mereka panggil ayah pun tak menyahut
kata itu hanya berbalas :
serbuan pukulan tangan dan tendangan sepatu
itu yang aku lihat kemarin
serombongan anak kecil datang menagih
menengadahkan tangan meminta belas
dan sebagian pulang tanpa jawab sepatahpun...
(Antologi 2005)
kau terlalu lama menyanyi
sumbangnya mengaliri angin
mengendapi telinga
Aku menangis...
kau aniaya dengan kata
tikami hatiku...
dengan senandung ironimu
yang jauh menusuk
Aku menjerit...
kau takuti aku
dengan hantu kebusukanku...
(Antologie 2005)
***
(JEBRES-SOLO)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar