15 April 2009

MEMBACA POLARISASI KOALISI PARPOL MENUJU KONTESTASI PILPRES

Pemilu Legislatif (Pileg) sudah kita lalui pada 9 April kemarin. Dan hari ini kita sudah mengetahui hasil sementaranya melalui perhitungan quick count beberapa lembaga survey dan juga real count-nya KPU. Jika kita amati maka hasil Pileg kali ini jelas membuat peta kekuatan politik yang teramat berbeda dengan Pileg 1999 dan 2004. Dimana pada Pileg 1999 dan 2004 PDIP dan GOLKAR masih menempati posisi 1 dan 2 atau sebaliknya, kini mereka -sebagai partai besar dan sekaligus pemain lama- harus mengakui keunggulan Partai Demokrat yang tergolong partai baru serta harus rela berada dalam urutan ke-2 dan ke-3. Memang hasil ini sudah terbaca dari polling yang dilakukan sebelum Pileg oleh beberapa lembaga survey seperti LSI, LSN, Puskaptis, LP3S, dll, tapi tetap saja ini menjadi satu hal yang mengejutkan. Karena selain di pecundangi Partai Demokrat, perolehan suara PDIP dan GOLKAR menurun cukup tajam. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Kini dengan hasil sementara Partai Demokrat 20, 3 %, PDIP 14, 4 % dan GOLKAR 14, 3%, maka konstelasi politik yang terbangun sebelum Pileg berlangsung jelas berubah drastis. GOLKAR yang sebelumnya berniat mengajukan capres sendiri akhirnya harus rela untuk membatalkannya. Dengan perolehan suara hanya 14 % jelas hal itu tidak mungkin mereka lakukan. Dan kini satu-satunya opsi yang ada adalah GOLKAR harus berkoalisi dengan partai lain untuk meneruskan kontestasi politik ini. begitu juga dengan PDIP, mau tidak mau mereka harus berkoalisi dengan partai lain agar minimal dapat menggolkan Megawati sebagai capres sebagaimana niat keras mereka diawal. Lalu bagaimana dengan Partai Demokrat? Sebenarnya dengan perolehan suara 20 % PD sudah bisa mencalonkan capres sendiri tanpa harus repot-repot berkoalisi dengan partai lain. Tetapi sebagaimana yang kita lihat saat ini PD pun sedang sibuk menjalin komunikasi politik secara intensif dengan beberapa partai. Hal ini memang sebuah kebutuhan, karena betapapun PD sudah mempunyai dukungan suara yang memadai untuk mengajukan capres, secara psykologis tetap saja dia butuh kekuatan pendukung yang memberikannya self confident lebih dan yang paling penting secara politis ia mendapatkan tambahan legitimasi, terutama nanti di parlemen.

Jelas sudah dengan kebutuhan yang demikian ditambah perolehan suara beberapa partai yang belum memadai, menuju Pilpres kini semua partai berpikir untuk menjalin sebuah koalisi. Tanpa koalisi kemenangan di pileg -dalam hal ini PD- yang didapat boleh jadi akan berubah menjadi kekalahan, ataupun kalau tetap menang akan banyak sekali kendala dalam menjalankan pemerintahan karena banyaknya "goyangan" yang terjadi dari DPR. Pointnya koalisi dibutuhkan untuk mewujudkan pemerintahan yang stabil dan kuat atau dengan kata lain pemerintah membutuhkan dukungan mayoritas di parlemen untuk mengekskusi segala kebijakannya. Begitu juga tanpa koalisi kekalahan di pileg -dalam hal ini PDIP dan GOLKAR- akan terulang lagi sehingga mereka menjadi pecundang untuk kedua kalinya. Sebuah hal yang memalukan. Jadi koalisi adalah sebuah kebutuhan mutlak yang harus di penuhi menuju Pilpres Juli nanti. Pertanyaannya adalah berapa banyak koalisi yang akan terbentuk dan siapa saja pesertanya?

Hal ini sangat menarik untuk kita cermati. Karena wacana koalisi ini sudah menjadi mainstream yang pasti terjadi dan menjadi alternatif satu-satunya bagi semua parpol. Apalagi dalam beberapa hari ini kita menyaksikan dinamika yang sangat cepat dalam menyikapi kebutuhan koalisi ini. Komunikasi dan juga pertemuan politik antar parpol sudah ramai digelar. PDIP sudah merapat ke Gerindra, PPP, PBR dan Hanura, PD sudah merapat ke PKS, PKB, dan PAN. sedangkan GOLKAR masih bimbang apakah akan ke PDIP ataukah ke PD. bagi GOLKAR, PDIP dan PD sama-sama menjadi pertimbangan yang menyulitkan. Belum jelas kemana mereka akan "melabuhkan hatinya".

Meskipun gerakan "merapat" yang dilakukan PD dan PDIP itu masih belum final dan masih banyak dinamika yang akan terjadi, tetapi menurut perspektif saya hampir dapat dipastikan PD dan PDIP akan tetap menjadi 2 kutub yang berseberangan dan saling berkompetisi secara hebat dalam Pilpres ini. Artinya jika koalisi benar-benar final yang terbangun tetap koalisi PD (Blok S) dan koalisi PDIP (blok M), apapun namanya dan siapapun pesertanya. Dan dengan melihat perolehan suara masing-masing parpol juga hampir dapat dipastikan hanya akan terdapat 2 koalisi, koalisi PD dan koalisi PDIP. Sehingga dengan demikian koalisi alternatif termasuk capres alternatif tertutup kemungkinannya. Capres yang berlaga tetap SBY melawan Megawati saja.

Sedangkan untuk peserta koalisi, saya membaca PKS, PPP, PAN, PKB, GOLKAR bergabung dengan koalisi PD, sedangkan koalisi PDIP hanya ketambahan Gerindra dan Hanura. GOLKAR saya prediksi bergabung dengan PD karena setidaknya ada empat alasan. Pertama secara psykologis GOLKAR lebih nyaman dengan PD dari pada dengan PDIP karena sama-sama partai pemerintah. Kedua adanya desakan kuat dari daerah dan para elit politik GOLKAR untuk kembali bergabung bersama PD. Ketiga secara historis GOLKAR belum pernah menjadi partai diluar pemerintah apalagi partai oposisi. Keempat secara realistis SBY mempunyai peluang menang lebih besar dari pada Megawati mengingat tingginya tingkat elektabilitas SBY saat ini. Sedangkan PKS, PPP, PKB, dan PAN adalah partai pendukung pemerintah yang secara pragmatis mempertahankan dukungan kepada PD/SBY dalam rangka mendapatkan bagian dalam pemerintahan karena secara realistis mereka melihat SBY yang akan memenangkan kompetisi Pilpres ini.

Untuk koalisi PDIP/Megawati yang hanya akan ketambahan Gerindra dan Hanura, hal ini disebabkan karena baik PDIP, Gerindra, dan Hanura mempunyai kesamaan-kesamaan yang mampu mengikat mereka dalam sebuah koalisi yang kukuh. Diantaranya adalah sama-sama bervisi anti liberalisme, sama-sama partai yang gencar mengkritik kebijakan pemerintah sekaligus partai yang tidak puas dengan kinerja pemerintahan sekarang, dan sama-sama mempunyai rasa rivalisme yang kuat dengan PD.

Jika benar 2 koalisi ini yang terbentuk, maka dapat diprediksi siapa kandidat cawapres dari masing-masing koalisi. Untuk koalisi PD cawapres akan diambil dari GOLKAR atau PKS yakni Jusuf Kalla atau Hidayat Nurwachid, sedang Koalisi PDIP cawapres berasal dari Gerindra atau Hanura dalam hal ini Prabowo atau Wiranto. Disamping itu dapat diprediksi pula bahwa dengan adanya Konfigurasi koalisi yang demikian maka hampir dapat dipastikan bila Pilpres Juli nanti akan dimenangkan oleh koalisi PD/SBY mengingat tingginya tingkat elektabilitas SBY saat ini dan banyaknya dukungan parpol kepadanya. Dengan kemenangan koalisi PD/SBY tersebut, maka sebagai konskuensi kekalahannya PDIP, Gerindra, dan Hanura menjadi barisan oposisi.

Apapun yang akan terjadi, sebagai warga negara yang baik mari bersama-sama kita cermati secara hati-hati dan penuh perhitungan segala dinamika yang mungkin muncul menuju Pilpres Juli mendatang. Semoga proses demokratisasi yang sedang kita jalankan ini menjadi pintu bagi perbaikan dan kejayaan bangsa kita.

(JEBRES-SOLO)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar