01 Februari 2009

PAK CIK AWANG

Sebelumnya saya tidak begitu memperhatikan dirinya. Tidak ada yang special dari sosok seorang laki-laki berumur sekitar 50-an itu. Kulitnya agak kehitaman, rambutnya lurus pendek dengan postur tubuh sedang. Ia adalah salah seorang kaki tangan Kolej Bukit Kachi yang bertugas untuk kebersihan (Cleaning service). Saya berkenalan dengan beliau pada saat kami (aku dan 8 orang temanku) pertama kali menunggu bis untuk berangkat ke universiti (Baca Sampai Magrib Pun dan Tawaran yang Menggiurkan). Waktu itu saya belum tahu namanya, beliau pun belum tahu nama saya karena kami tidak saling menyebut nama.

Perkenalan kami pun berlanjut, karena area kerja beliau ternyata berada di Blok 15 B, itu blok dimana bilik saya dan teman-teman laki-laki lain berada. Ketika beliau sedang menyapu, dan kebetulan saya sedang lewat untuk membeli air, kami saling bertukar senyum dan bertegur sapa. Tentunya ini sesuai dengan adat kebiasaan dan sopan santun orang timur, yang selalu ingin menampakan keramahannya. Dan gayung pun
bersambut.

Dari perbincangan itu, saya menyimpulkan bahwa beliau adalah orang yang benar-benar ramah. Meski sekali lagi hambatan bahasa menjadi kendala efektivitas perbincangan kami. Tetapi ini tidak menjadi masalah berarti. Yang paling mengesankan adalah meskipun kami belum banyak mengenal waktu itu beliau tidak segan-segan menawari saya untuk main kerumahnya di Changlun, sebuah Kampung (Kota kecil) sebelum Alor Setar (Ibukota Negeri Kedah) berjarak 45 menit dari Kolej Bukit Kachi. Mungkin hal ini disebabkan karena tampang dan perilaku saya yang tampak seperti anak baik-baik, jujur dan sopan (chueilah..yang bener aja tu? He..he..).

Sebenarnya saya sangat senang dengan tawaran itu, apalagi waktu itu sedang libur. Disini liburannya hari Jumat dan Sabtu tidak seperti Indonesia yang libur pekanannya hari Sabtu dan Minggu. Tetapi karena siangnya Jumatan, dan ada beberapa cucian yang belum sempat di bereskan, dengan halus saya menolak. Mungkin lain kali, kata saya. Kemudian kami berpisah untuk meneruskan aktivitas masing-masing. Waktu itu kami juga belum tahu nama masing-masing.

Sampai akhirnya, kemarin pagi kami bertemu lagi, waktu itu saya habis lari pagi mengelilingi kolej bukit kachi dan hendak kembali kebilik , sedang beliau kelihatannya sedang menunggu sesuatu di luar Blok 15 B. Kamipun bersalaman dan bercakap-cakap sambil duduk di pembatas beton.

Pembicaraan pertama saya buka dengan pertanyaan : berapa hari beliau tidak ke Kolej bukit kachi, karena memang selama beberapa hari terakhir saya tidak pernah melihat beliau. Dengan tersenyum beliau menjawab “berhari-hari”. Ini menunjukan memang beberapa hari terakhir ini beliau mengambil cuti sehingga tidak datang ke kolej. Menyusul pertanyaan beliau “sudah breakfast?”. Belum, jawab saya. Karena disini tidak ada warung yang buka sebegitu pagi, paling banter jam 09.00 café-café disini baru buka, sehingga jelas saya belum sarapan pada pukul 08.00 itu.

Mendengar jawaban itu, saya disuruh beliau untuk mengambil sebuah kue dari bungkusan yang dibawanya. Sebenarnya saya merasa enggan (sebenarnya sih : malu-malu tapi mau) karena saya tahu itu adalah bekal beliau dari rumah untuk sarapan paginya. Tetapi karena beliau memaksa, dengan terpaksa ( dengan “senang hati” maksudnya) saya pun mengambil kue itu dan kemudian saya makan. Lumayanlah untuk pengganjal perut ,pikir saya. Dan memang kue itu amat mengenyangkan, satu sudah cukup bagi perut saya yang “kecil” ini.

Sambil saya menikmati kue itu, kami meneruskan perbincangan kemana-mana. Mulailah beberapa “rahasia” kami masing-masing berloncatan keluar. Untuk pertama kalinya sejak perkenalan pertama kami , hari itu kami tahu nama masing-masing. Beliau menyuruhku untuk memanggilnya Pak Cik. Dan untukku saya meminta beliau memanggilkan Har. Sebenarnya nama Haryono dan nama Indonesia yang lainnya, bagi orang Malaysia adalah nama yang aneh sekaligus sukar untuk di ucapkan. Kadang nama itu terdengar lucu saat mereka coba memanggilnya. Tetapi tak apalah.

Pagi itu kembali Pak Cik awang menawarkan saya untuk main kerumahnya. Dan
kali ini sayapun mengabulkannya. Bahkan saya diminta untuk menginap sehingga harus membawa pakaian ganti biar besok (hari minggu) langsung bisa ke university. Sayapun setuju. Sebelum berpisah Kami berjanji pukul 12.45 nanti siang akan berangkat kerumah Pak Cik Awang dengan mengendarai sepeda motornya.

Tetapi rencana, tinggalah rencana. Mungkin memang belum saatnya saya berkunjung kerumah Pak Cik Awang. Mungkin juga karena kesalahan saya. Karena siang itu saat saya pulang dari waterfall saya sudah tidak mendapati beliau dan sepeda motornya di blok 15 B. Saya memang terlambat, waktu itu pukul sudah menunjukan jam 12.50, dan saya yakin beliau sudah pulang pukul 12.45 tadi. Waktu yang kami sepakati untuk berangkat.

Saya merasa sangat bersalah, telah menyalahi janji. Juga karena saya yakin tadi beliau pasti menunggu saya atau juga kebingungan mencarI-cari saya. Ingin rasanya segera bertemu beliau untuk meminta maaf. Tetapi karena beliau baru kembali keesokan paginya ditambah saya tidak tahu nomer telepon beliau, maka niat itu terpaksa saya urungkan.

Dengan kejadian ini saya berjanji untuk mendisiplinkan diri, sekaligus untuk menebus kesalahan saya ini
dengan mantap saya sudah memastikan bahwa saya akan berkunjung ke rumah Pak Cik Awang pada liburan minggu depan. Dan untuk itu dari sekarang sudah saya jadwalkan dengan baik-baik. Semoga niat baik itu di kabulkan oleh Allah. Amin.

(COLGIS-UUM-KEDAH-MALAYSIA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar